Pages

Sabtu, 04 Januari 2014

Contoh Parikan



PARIKAN
Babak belur mangan bukur
Uwit ganyong ndarani naga
Ayo sedulur pada sing akur
Gotong royong ngewangi tangga

Maju mundur pada nyelonong
Pada mangan woh delima
Hey sedulur aja nyolong
Kui pegawean dilarang agama

Ana kursi ngambang ning kali
Aja korupsi mending dadi kuli 

Ana menungsa ana Jin
Lagi keder rebutan dana
Bocah sekolah kudu rajin
Endah pinter ilmune berguna 

Wajik klethik, gula Jawa
luwih becik wong prasaja


Manuk emprit nggawa kawat ing wit waru
Dadi murid, kudu hormat marang guru



Kamis, 02 Januari 2014

PENEGTAHUAN UMUM TENTANG GAMELAN DAN ISTRUMENNYA


GAMELAN

Gamelan terdiri dari 2 pangkon (jenis) yakni Slendro dan Pelog yang mempunyai titi nada yang berbeda. Slendro pada dasarnya adalah nada mendekati minor sedangkan Pelog menghasilkan nada yang cenderung mendekati nada diatonis. Berikut ini Seperangkat gamelan Jawa yang umumnya dibunyikan di Jawa Tengah umumnya, diantaranya :
1.Kendang

Kendang merupakan alat musik ritmis (tak bernada) yang berfungsi mengatur irama dan termasuk dalam kelompok “membranofon” yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga orang lain maka akan berbeda nuansanya.
Menurut bukti sejarah, kelompok  membranofon telah populer di Jawa sejak pertengahan abad ke-9 Masehi dengan nama: padahi, pataha (padaha), murawa atau muraba, mrdangga, mrdala, muraja, panawa, kahala, damaru, kendang. Istilah ‘padahi’ tertua dapat dijumpai pada prasasti Kuburan Candi yang berangka tahun 821 Masehi (Goris, 1930). Seperti yang tertulis pada kitab Nagarakrtagama gubahan Mpu Prapanca tahun 1365 Masehi (Pigeaud, 1960), istilah tersebut terus digunakan sampai dengan jaman Majapahit.
Penyebutan kendang  dengan berbagai nama menunjukkan adanya berbagai macam bentuk, ukuran serta bahan yang digunakan, antara lain : kendang berukuran kecil, yang pada arca dilukiskan sedang  dipegang oleh dewa , kendang ini disebut “damaru“.
Demung                                
Alat ini berukuran besar dan beroktaf tengah. Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang terbatas. Lazimnya, satu perangkat gamelan mempunyai satu atau dua demung. Tetapi ada gamelan di kraton yang mempunyai lebih dari dua demung.
Saron
Alat ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Seperti demung,  Saron memainkan balungan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, dua saron memainkan lagu jalin menjalin yang bertempo cepat. Seperangkat gamelan mempunyai dua Saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dari dua saron.


Peking
Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi. Saron panerus atau peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.

Slenthem
Menurut konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender; malahan kadang-kadang ia dinamakan gender panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah sebanyak bilah saron;
Ia beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen saron (balungan). Seperti demung dan saron barung, slenthem memainkan lagu balungan dalam wilayahnya yang terbatas.
Slenthem merupakan salah satu instrumen gamelan yang terdiri dari lembaran lebar logam tipis yang diuntai dengan tali dan direntangkan di atas tabung-tabung dan menghasilkan dengungan rendah atau gema yang mengikuti nada saron, ricik, dan balungan bila ditabuh. Seperti halnya pada instrumen lain dalam satu set gamelan, slenthem tentunya memiliki versi slendro dan versi pelog. Wilahan Slenthem Pelog umumnya memiliki rentang nada C hingga B, sedangkan slenthem slendro memiliki rentang nada C, D, E, G, A, C’. Cara memainkan :
Cara menabuh slenthem sama seperti menabuh balungan, ricik, ataupun saron. Tangan kanan mengayunkan pemukulnya dan tangan kiri melakukan “patet”, yaitu menahan getaran yang terjadi pada lembaran logam. Dalam menabuh slenthem lebih dibutuhkan naluri atau perasaan si penabuh untuk menghasilkan gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada notasi C, D, E, G misalnya, gema yang dihasilkan saat menabuh nada C harus hilang tepat saat nada D ditabuh, dan begitu seterusnya.
Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti halnya bila menggunakan balungan, ricik, dan saron. Namun untuk keadaan tertentu misalnya demung imbal, maka slenthem dimainkan untuk mengisi kekosongan antara nada balungan yang ditabuh lambat dengan menabuh dua kali lipat ketukan balungan. Atau bisa juga pada kondisi slenthem harus menabuh setengah kali ada balungan karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya ketika gendhing Gangsaran.

Bonang
Alat musik ini terdiri dari satu set sepuluh sampai empat-belas gong- gong kecil berposisi horisontal yang disusun dalam dua deretan, diletakkan di atas tali yang direntangkan pada bingkai kayu. Pemain duduk di tengah-tengah pada sisi deretan gong beroktaf rendah, memegang tabuh berbentuk bulat panjang di setiap tangan.
Ada tiga macam bonang, dibeda-bedakan menurut ukuran, wilayah oktaf, dan fungsinya dalam ansambel. Untuk gamelan Jawa, bonang disini ada 2 jenis yakni Bonang Barung dan Bonang Penerus/ Penembung
Dalam gamelan Jawa Tengah ada dua jenis bonang yang digunakan:

a.BonangPanerus
adalah yang tertinggi dari mereka, dan menggunakan ketel terkecil. Pada umumnya mencakup dua oktaf (kadang-kadang lebih dalam slendro di Solo instrumen-gaya), seluas sekitar kisaran yang sama dengan saron dan peking gabungan. Ia memainkan irama tercepat bonang itu, saling layu dengan atau bermain di dua kali kecepatan dari bonang barung.
b.BonangBarung
yang bernada satu oktaf di bawah bonang panerus, dan juga secara umum mencakup dua oktaf, kira-kira kelas yang sama dengan demung dan saron gabungan. Ini adalah salah satu instrumen yang paling penting dalam ansambel tersebut, karena banyak memberikan isyarat untuk pemain lain dalam gamelan.

Kenong

Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan kenong). Dalam gamelan, suara kenong mengisi sela-sela antara kempul.
Gamelan ini merupakan instrumen kedua yang paling penting setelah gong. Kenong membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kalimat kenong, atau kenongan.
Di samping berfungsi menggaris-bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan dengan lagu gendhing;ia bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan;dan boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing; atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk mendukung rasa pathet.
Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayaka yakan, srepegan, dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut.

Kethuk

Dua instrumen jenis gong sebesar kenong, berposisi horisontal ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu yang berfungsi memberi aksen-aksen alur lagu gendhing menjadi kalimat kalimat yang pendek.
Pada gaya tabuhan cepat lancaran, sampak, srepegan, dan ayak ayakan, kethuk ditabuh di antara ketukan ketukan balungan, menghasilkan pola-pola jalin-menjalin yang cepat.


Kempul

Kempul merupakan salah satu perangkat gamelan yang ditabuh, biasanya digantung menjadi satu perangkat dengan Gong (mirip dengan Gong tapi lebih kecil) dengan jumlah tergantung dengan jenis pagelarannya, sehingga tidak pasti. Kempul menghasilkan suara yang lebih tinggi daripada Gong, sedangkan yang lebih kecil akan menghasilkan suara yang lebih tinggi lagi.
Dalam hubungannya dengan lagu gendhing, kempul bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan; kadang-kadang kempul mendahului nada balungan berikutnya; kadang-kadang ia memainkan nada yang membentuk interval kempyung dengan nada balungan, untuk menegaskan rasa pathet.


Gong

Sebuah kata benda yang merujuk bunyi asal benda, kata gong khususnya menunjuk pada gong yang digantung berposisi vertikal, berukuran besar atau sedang, ditabuh di tengah-tengah bundarannya (pencu) dengan tabuh bundar berlapis kain.
Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang.




CONTOH PIDATO


CONTOH PIDATO

PENGETAN DINTEN PENDIDIKAN NASIONAL


Bapak Kepala sekolah ingkang kinurmatan.
Bapak, Ibu Guru ingkang satuhu luhuring budi.

Para kanca, siswa-siswi ingkang kula tresnani.

Sumangga langkung rumiyin sami ngaturaken syukur dhu-mateng Gusti Mahakwasa ingkang kepareng paring rahmat lan hidayahipun. Kita sadaya taksih saged kempal manunggal kanthi tentrem, bagas, waras, kebak ing kabagyan salebetipun pahargyan pengetan dinten Kartini samang-ke punika.

Pangetan dinten pendidikan nasional sanget tumrap kula panjenengan sadaya. K.H Dewantara,pindhanipun sekar ingkang tansah mbabar angambar ganda arum ing bangsa Indonesia. Panjenenganipun punika pangarsa pendidikan wonten negara indonesia.

ing pengetan hari pendidikan punika sumgga kita sedaya tansah eling marang jasanipun bapak pendidikan nasional yaiku bapak kh. deawantara, amargi jasa-jasa nipun kita sedaya saged lumampah lan sekolah, mugi-mugi pendidikan wonten negara kita tansah maju,lan saged tumindak beccik amargi pendidikan ingkang sae 

Sampun cetha ing panggesangipun bangsa kathah siswa-siswi ingkang saged kiprah kadi lan pemerus bangsai. Ingkang makaten punika saestu saged damel mongkoging manah.

Kanti makaten punika sumangga kadang-kadang, sami saged nglajengaken gegayuhan tuwin lelabetanipun Kh dewantara ingkang luhur punika

Semanten saha makaten atur kula. Mugi sami kepareng maringi pangapunten tumrap sadaya kekirangan lan kelepatan kula.

Rabu, 01 Januari 2014

sinau aksara jawa yuk:)


Belajar Aksara Jawa
Apapun yang dilakukan anak, mau tidak mau orang akan mengaitkan perbuatan anak dengan orang tuanya. Dalam ungkapan bahasa Jawa dikenal dengan istilah:
13802036871883195126
Anak polah bapa kepradah.
Arti ungkapan di atas adalah segala perbuatan anak akan berimbas kepada orang tuanya. Kebetulan kalimat di atas digunakan kata polah yang berkonotasi negatif. Kalau ada orang yang disebut kakèhan polah, artinya terlalu banyak tingkah. Kepradah artinya kurang lebih mendekati dengan ungkapan ‘terkena getahnya’ dalam bahasa Indonesia. Untuk menggambarkan perilaku yang berkonotasi positif biasanya menggunakan kata solah atau solah bawa.
Sekarang mari kita lihat aksara Jawa yang dipakai untuk menulis ungkapan tersebut. Didahului dengan adeg-adeg yaitu dua garis sejajar vertikal yang berfungsi mengawali kalimat. Kemudian aksara ha yang dibaca pula sebagai a, aksara na, aksara ka. Untuk “mematikan” vokal |a| pada ka sehingga kata anaka menjadi anak, bisa menggunakan pangkon, bisa menggunakan aksara pasangan. Karena posisi kata anak bukan pada akhir kalimat, maka digunakan aksara pasangan pa. Aksara pasangan pa ditulis sejajar di belakang aksara ka. Agar bunyi pa menjadi po, maka ditambahkan sandhangan taling-tarung. Penulisan taling di depan aksara ka, penulisan tarung setelah aksara pasangan pa. Jadi taling-tarung-nya tidak mengapit aksara pasangan pa, melainkan mengapit aksara ka dan aksara pasangan pa. Sehingga bunyinya sekarang menjadi anak po-. Supaya lengkap, ditambahkan berikutnya aksara la dan sandhangan wignyan yang bentuknya seperti angka 2 dengan ekor panjang. Jadilah anak polah.
Bapa kepradah, ditulis menggunakan aksara ba nglegena (ba tanpa sandhangan), aksara pa nglegena, aksara ka ditambah sandhangan pêpêt di atasnya, aksara pa dirangkai dengan sandhangan cakra di bawahnya, dan aksara da ditambah sandhangan wignyan di belakangnya, diakhiri dengan pada lungsi yang berfungsi sebagai titik.
Kembali pada penulisan sandhangan taling-tarung, ada ungkapan lain yang posisi penulisan taling-tarung-nya mirip. Perhatikan ungkapan berikut:
13802055361895049044
Keplok ora tombok.
Posisi penulisan sandhangan taling-tarung dalam ungkapan kedua yang mirip dengan ungkapan pertama adalah pada aksara ka pada kata keplok dan o pada kata ora. Di situ taling-tarung mengapit aksara ka dan pasangan ha yang ditulis sejajar.
Pada ungkapan kedua ini banyak digunakan sandhangan taling-tarung. Pertama, pada kata keplok taling-tarung mengapit aksara pa dan pasangan la di bawahnya. Sehingga kata keplak menjadi keplok. Karena posisi penulisan pasangan la yang di bawah aksara pa, maka sepintas seolah-olah taling-tarung hanya mengapit aksara pa. Inilah yang biasanya menyebabkan keliru posisi penulisan taling-tarung manakala harus dirangkai dengan pasangan ha, sa, dan pa karena ketiga pasangan ini ditulis sejajar dengan aksara Jawa. Kedua, sudah dibahas, yaitu penulisan taling-tarung yang mengapit aksara ka dan pasangan ha. Ketiga dan keempat, penulisan taling-tarung pada kata tombok.
Keplok ora tombok, berarti ikut bersenang-senang tetapi enggan mengeluarkan biaya dan/atau tenaga. Maunya ikut senang-senang, tetapi tidak mau ikut menanggung pembiayaan dan tenaganya. Keplok artinya bertepuk tangan. Biasanya kita bertepuk tangan pada waktu gembira. Tombok, menanggung kerugian. Jika ada orang yang maunya cuma ikut keplok-keplok tetapi ogah tombok, keplak (tampar) saja… hehehe…
Ungkapan terakhir dalam tulisan ini adalah:
13802072841468404519
Sapa salah seleh.
Ungkapan sapa salah sèlèh bermakna setiap orang yang melakukan kesalahan/kejahatan pada waktunya nanti akan terkuak juga kesalahan/kejahatannya. Penulisan ungkapan ini dengan aksara Jawa lebih sederhana dibanding 2 ungkapan sebelumnya. Di dalam penulisannya dijumpai sandhangan taling, tanpa tarung. Sandhangan taling ini untuk membentuk bunyi |è| seperti e pada kata net (jaring) atau juga bunyi e benar |é| seperti pada kata Medan.